DICARI: MAHASISWA KRITIS



Sebulan yang lalu ada kawan yang meminta saya menuliskan tentang kritik program bidik Misi untuk dibahas bersama dalam sebuah diskusi. Ada satu hal yang cukup jadi perhatian saya di akhir diskusi, yang justru luput dari pendalaman analisis dalam tulisan saya. Sebuah fakta tentang aturan yang tidak tertulis tentang mahasiswa Bidik Misi, yaitu mereka tidak boleh mengikuti aksi, demontrasi di dalam atau di luar wilayah kampus. Baik itu aksi  yang mengkritik instansi kampus ataupun pemerintah. Fakta ini justru saya temukan dari blog-blog mahasiswa yang menjadi peserta bidik misi. Baik itu di kampus-kampus negri di Sumatra ataupun di jawa, termasuk Surabaya. Semua menyebutkan bahwa itu bukan aturan wajib yang tertulis, tapi ini aturan tidak tertulis. Anehnya, beberapa mahasiswa mengatakan ada lembar pernyataan tentang ini. Jika mereka ketahuan melakukannya, mereka harus siap beasiswanya dicabut (Coba search di google kalo tidak percaya).
Sebuah alasan klise yang dikemukakan pihak kampus yang pertama adalah akan mengganggu konsentrasi belajar mahasiswa jika mengikuti kelompok-kelompok yang melakukan aksi seperti ini. kedua, tentang nama baik instansi. Mereka sudah dibiayai kampus untuk kuliah, jadi tidak seharusnya mereka mengikuti aksi yang mengkritik pihak kampus. Sementara aksi mereka yang di luar kampus yang mengkritik kebijakan pemerintah, bisa jadi akan memperburuk citra kampus mereka, apalagi jika sampai ada mahasiswanya diciduk oleh pihak yang berwajib karna melakukan makar. Meskipun saya bukan pro aksi atau demontran yang makar atau brutal, tapi apa aturan seperti ini pantas dilakukan oleh pihak kampus? Seolah-olah mereka secara sepakat mematikan aspirasi dan kreativitas mahasiswa dalam melukukan kritik. Kalo mahasiswa Bidik Misi hanya dicetak sebagai mahasiswa cerdas yang tidak care dengan apa yang terjadi disekitarknya, apa jadinya mereka nanti? Ah, tidak perlu jauh-jauh, hal terdekatnya adalah menumpulkan kepekaan politik mahasiswa dan tentu saja, mengurangi kritik dari kalangan mahasiswa pada kampusnya sendiri.
Kalo sudah begini, siapa lagi yang layak menyandang status agent of change? Semoga, hal ini tidak terjadi di semua kampus. Semoga hanya beberapa saja yang faktanya saya temui di internet. Harapan saya, aturan tidak tertulis ini bukan kesepakatan terselubung pihak kampus untuk mematikan aspirasi mahasiswa cerdas, yang tentunya lebih mungkin jadi mahasiswa kritis. Semoga ini juga bukan karena ada skenario yang lebih besar lagi dibelakang mereka. Bisa jadi ini bukan kemauan pihak kampus, tapi aturan titipan dari pihak lain yang merasa diuntungkan dengan hal ini. (Tanya, siapa?)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Good Question makes A Great Teacher

Pengalaman Belajar